Tuesday, June 12, 2007

Jangan Takut..

Jangan Takut,
Karna takkan ku jamah bagian terlarang dalam hidupmu...
Aku berjanji, akan selalu mencium matamu setiap kali aku hendak tidur...dan akan tetap membiarkanmu terjaga....
aku akan pahami bahwa tidak setiap inchi dirimu dapat aku miliki...
Aku kan selalu ada, ketika kau butuh udara yang ingin kau hirup...
aku hanya ingin kau ada disini, hanya bersamaku...
sebagai gantinya...
Aku akan janjikan kamu, sebuah cinta yang tidak pernah berakhir, dengan nafasku sebagai jaminannya..dan sebuah senyuman yang takkan pernah berubah sampai cacing kan memakan jasadku kelak...

just read it..

Aku hanya ingin kau tahu, cinta ku
bukan hanya dalam kedipan mata, lalu
akan luruh semua dan menjelma bagai
debu yang tak tersisa

Cintaku bukan sependar bintang, yang
akan hilang ketika pagi menyapa
Cintaku juga bukan bunga yang mekar
lalu akan layu jika hujan datang

Sayang…
Cintaku akan kaurasa ketika kau hela
nafasmu dalam lara
Cintaku akan kau rasa ketika gelap
datang
Cintaku akan kau rasa, ketika tak ada
lagi bunga yang bermekaran disisimu
Cintaku adalah langit, yang akan selalu
ada, meski pagi atau malam datang

Sayang….
Aku mencintaimu, mencintai setiap inchi
dirimu, sampai nanti
Ketika ku tak mampu lagi mengucap
sebaitpun kata cinta
Dan ku pun terlelap dalam rindu yang
kan selalu utuh kuberi padamu..
Selalu….

Ini Aku Sayang...

Ini aku sayang…

Duduklah disampingku sejenak. Dengarkanlah tuturku, sebelum kau maki diriku.

Sayang, tiada maksudku tuk lukaimu…dalam sekejap saja..rasa yang kumiliki tak lagi sama.

Bukan sayang, bukan karena dirimu…dirikulah yang berubah, ada rasa yang berbeda ketika aku bersamamu…sudah tak ada damai lagi, tak ada nyaman lagi…bahkan belaianmu pun tak kurasa nikmat lagi.

Sayangku, sungguh aku ingin kau ada disisiku…sungguh aku suka caramu menatapku. Tapi sayang, ada bisikan dalam diriku…

Bukan kamu yang kumau tuk genggam tanganku, bukan bahumu tempatku ingin bersandar…

Sayangku, maafkan aku….maafkan aku…jangan kau hukum dirimu dengan berkata tak mampu mencinta lagi…

Kamu harus mampu, kamu harus bisa mencinta lagi…

Tahukah kau, adanya dirinya….takkan mampu gantikan ribuan hari ku bersamamu…

Ini bukan gombal, ini tulus….

Kau berikan aku hari – hari indah, kau berikan aku cinta…

Tapi sayang….

Hadirnya beriku nafas kehidupan…tatapannya mampu getarkan tubuhku…tanpa pelampiasan nafsu birahi …

Nyawaku terasa lebih utuh bila disampingnya….jiwaku terasa bersinergi dengan jiwanya….

Bersamanya aku merasa mampu taklukan dunia…dia beriku energi…dia beriku sesuatu yang lebih indah dari cinta…

Kamu tahu itu apa sayang?

Dia beriku keikhlasan…..Dia ajariku keikhlasan…

Ketika aku sadari, bahwa dia bukan untuk aku miliki…karena tlah ada seseorang yang lebih dulu merengkuhnya….

Sayang….maafkan aku mencintainya…

COme to Me..

Malam terus merangkak menuju pagi. Dua manusia masih bersandar pada sebuah tembok. Saling bergumam saling mencaci dan saling memaki, dengan air mata sebagai ujung pamungkas perseteruan yang tiada ujung ...

“Aku mungkin lelaki lemah, yang hanya bisa mencium kakimu..memohon cinta darimu, aku rela lakukan apapun untuk dapatkan kau dipelukku…”

“ Aku, juga inginimu…aku mau dirimu…”

“Lalu? Apalagi yang kau tunggu? Ayo pergi bersamaku..” ujar lelaki itu sambil mengangsurkan tangannya pada si gadis. Si gadis memandangi tangan lelaki itu, tampak menjanjikan kebahagiaan. Tangannya mulai terulur hendak meraih tangan lelaki itu…tapi kemudian ditepisnya tangan lelaki itu.

“Aku tidak bisa..”

“Kenapa? Kau bilang kau ingin bersamaku…tapi kenapa kau tak punya sedikit keberanian untuk lari?”

“I don’t know you….but I want you…”

“do you love me?” si gadis bungkam…

“do you love me?”

“not yet…”

“do you love him?”

“don’t ask…”

“apa yang kurang dariku? Sejauh apapun jarakku denganmu…semua kulalui…apapun yang kau pinta….kuberikan kau segalanya….aku bagai anak kucing yang hanya mampu mengikuti majikannya…..berharap diberi sekerat daging…jika menurut pada majikanku..”

“jangan bicara seperti itu!!”

“Aku melayanimu…kuberikan hidupku padamu….sampai matipun aku akan tetap memuja kecantikanmu…”

“hentikan!! Kau sakiti hatiku…”

“sakit? Seperti apa sakitmu? Apa sama denganku?”

“diam!!”

“aku tahu kau suka dipuja…aku tahu kau suka dimanja….aku mengerti setiap inchi darimu…bahkan yang terbusuk sekalipun…tak apa…akan tetap kupuja dirimu…karena bagiku kau adalah bidadari tanpa cela…beriku harapan tuk bisa mencinta”

“maafkan aku…bukan maksudku menyakitimu…”

“tak apa, kamu bukan tidak punya hati….kamu hanya manusia serakah…yang mungkin perlu belajar untuk lebih bersyukur…” si lelaki beranjak dari duduknya….menatap bidadarinya sesaat lagi…

“jika setelah ini, aku tak bisa…bertemu dan bersamamu lagi….menikmati kenikmatan semu ini…maka doakanlah aku…supaya aku bisa tenang di surga…”

“apa maksudmu?”

“Kau tahu bidadariku? Banyak orang yang mati karena mencintai…beda dengan dicintai…tak perlu banyak energi untuk merasakan sakit hati…sampai jumpa lagi bidadari cantikku….”

“Jangan Pergi….jangan pergi…jangan pergi….” Bisik si Gadis lirih sambil terisak. Langit berwarna jingga, ketika lelaki itu beranjak pulang…kearah bulan mulai menghilang..bersama lara yang menggantung di bahunya.

scene : Forbidden Love

Rea berjalan cepat, langkahnya lebar - lebar menyusuri teriknya trotoar. matanya nyalang, siap memangsa siapa saja yang berani mencari mati. kejadian 15 menit yang lalu, terus terbayang di mata Rea..

"Saya mau ketemu Rea.." tanya wanita cantik yang baru saja datang ke tempatku bekerja.

"saya Rea, ada yang bisa saya bantu mbak?"

PLAKK

sebuah tamparan mendarat keras dipipi Rea, sejenak Rea tertegun. mengusap pipinya yang kena tampar..

"kembalikan suami saya..." ada getaran tangis di suaranya.

"suami?" tanya Rea tak mengerti

"Dia bapak anak saya...jangan kamu ambil dia.."

Rea, mulai tersadar...pikirannya melayang, pada sesosok wajah..wajah pria yang ada di benaknya siang dan malam.

"Jangan mengancam saya, dengan ancaman yang tidak benar..saya tahu kamu BOHONG!!"

"saya gak bohong, kamu wanita jalang itu!!kamu wanita yang membuat suami saya tidak mencintai saya lagi..."

"kalau dia mencintai kamu...dia gak akan berpaling dari kamu..."

"kamu yang menggodanya...kamu yang murahan.."

"dia...mencintai saya..."

"kamu cuma jadi teman tidurnya rea...hanya mainan sementaranya.."

"saya tidak pernah ditidurinya..."

"lalu? jangan bohong....apa saja yang kamu dapat darinya?"

"sebuah ilmu, sebuah pertukaran ide, sebuah diskusi panjang, sebuah rentetan ambisi...kami saling membutuhkan..."

sejenak wanita di depan Rea terdiam, matanya mulai berkaca - kaca. Rea melanjutkan bicaranya..

"maafkan aku, aku tidak tahu...kami...akhg...aku yang salah...mgk aku yang salah..."

"aku yang kurang, aku yang mungkin kurang bisa mengimbanginya..."

Rea menghela nafas,

"Rea, kamu benar - benar tidak berhubungan fisik dengannya?"

Rea menggeleng, "Kami hanya berdiskusi sepanjang malam..."

"ternyata, jawabanmu lebih menyakitkanku..."

"tapi saya tidak tidur dengannya..."

"tapi kamu bisa memahami sisi lain dari dirinya, yang saya tidak tahu...yang saya tahu, dia hanya mencukupi nafkah lahir dan batin saya...tapi saya tidak tahu...kalau dia punya kebutuhan lain yang tidak bisa saya penuhi..."

"mbak...maaf..."

wanita itu terdiam cukup lama, memandangi Rea. lalu dia beranjak pergi...meninggalkan Rea dalam galau.

Dan disinilah Rea sekarang. Menanti sosok laki - laki itu,

"maaf ya sayang?aku lama ya?"

"anjing kamu.."

"Re!!"

"Brengsek kamu!!"

"Rea!!"

"Kamu!!bajingan beristri yang sudah bikin hidup saya kacau, kamu bikin saya jatuh cinta...kamu sudah ambil separuh nyawa saya....kamu tumpuan hidup saya...kamu jahat!!"

Laki - laki itu memeluk Rea, mencoba menenangkannya...

"Maaf Rea, bukan maksudku...aku..hanya..."

"hanya apa?!! hanya apa?!! jawab!!"

Laki - laki itu diam...

"maaf ya Rea, aku akan pergi dari hidupmu...kamu yang terbaik..tapi kamu bukan untukku.."

"pengecut!!kamu sudah ambil separuh nyawaku...dan sekarang kamu mau pergi? lalu aku?"

"maaf.."

perlahan - lahan lelaki itu melepaskan pelukannya...memandangi Rea sesaat, mencium bibirnya...lalu berbalik arah...dan pergi.

Tiga Hari

Senja ini, suasana di kedaiku tampak sunyi. Mungkin karena hujan yang cukup lebat mengguyur sejak tadi siang, sehingga tak banyak yang bepergian keluar rumah. Pegawaiku yang berjumlah tiga orang, saling bersendau gurau di dekat meja kasir untuk mengusir kejenuhan.
Aku sendiri duduk di meja favoritku sembari membaca novel klasik Layla Majnun. Sesekali aku memandang keluar jendela, mengamati manusia – manusia di luar sana yang masih berjuang untuk menyelamatkan diri dari hujan, beberapa diantaranya meneduhkan diri di emperan kedaiku. Pemandangan yang sungguh menyebalkan, jadi menutupi keindahan dekorasi kedaiku yang seharusnya dapat terlihat dari jalanan.
Lonceng di pintu masukku bergemerincing, bola mataku otomatis bergerak kearah pintu dan menangkap tubuh seorang laki – laki yang baru saja masuk, ekor mataku bergerak memandangi wajahnya yang tampan, dia duduk di pojokan, menghadap ke jendela. Arneta, salah satu pegawaiku menghampirinya sambil menyerahkan menu, yang lalu dibukanya sekilas, tak lama kemudian dia berbicara sesuatu, yang kulihat Arneta menganggukan kepala, lalu mencatat pesanannya.
Aku masih mengamati laki – laki itu, dia menatap keluar jendela, dengan tangan yang dikepal menjadi satu dan disanggakan di dagunya. Beberapa menit kemudian, Arneta datang memberikan pesanannya, secangkir cappucinno dan brownies keju buatanku tadi pagi.
Dia meminum cappucinno, dan mencuil brownies kejunya, aku melihat dia mengunyah brownies buatanku, dia tersenyum, lalu mengambil secuil lagi, aku pun ikut tersenyum sendiri, rasanya aku senang sekali kalau ada yang menikmati brownies buatanku. Dia mengambil pena dari sakunya lalu menarik sehelai tisu, dan menulis diatasnya. Aneh …benar – benar aneh…apa yang ditulisnya ya?apakah sebuah saran dan kritik untuk kedaiku?sesekali wajahnya diangkat dan menatap lagi keluar jendela, setelah menghela nafas panjang, dia menunduk dan menulis lagi.
DEG
Tiba – tiba saja kepalanya menoleh, dan menangkap basah aku yang sedang memandanginya, mati aku!wajah tampan itu masih menatapku, lalu ujung bibirnya terangkat, dia tersenyum, aku membalas senyumannya sambil menganggukkan kepala. Dia menoleh kearah jendela lagi, sambil menghabiskan brownies dan meminum kopinya lalu beranjak pergi, setelah meninggalkan sejumlah uang di atas meja. Dia pergi begitu saja, tanpa menoleh lagi padaku, berlari menembus hujan yang sudah tidak terlalu lebat di luar sana.
Aku berjalan menghampiri meja yang ditinggalkannya, jantungku berdetak lebih cepat dari biasa, tisu yang ditulisinya tadi tidak dibawanya pulang, kuraih tisu tersebut dan cepat - cepat kumasukkan ke saku jeansku, tepat saat Arneta datang sambil membawa nampan untuk mengambil cangkir dan piring kotor.
Sesampainya di rumah, aku berlari menuju kamar, kukunci lalu kujatuhkan tubuhku ke sofa empuk yang berada di dekat jendela kamar. Kutarik nafas panjang, lalu menghembuskannya perlahan, tanganku mencari tisu milik laki – laki tadi yang kusimpan di saku jeansku, aku membukanya perlahan – lahan, takut tanpa sengaja akan tersobek, rupanya sebuah puisi….
Jiwa ini….
Raga ini…
Menyatu dalam indahnya dirimu….
Andai kau biarkan aku merenanginya….
Andai kau biarkan aku menghirup harum nafasmu…
Aku berjanji, kelak…takkan kubiarkan kau mati dalam kesendirian…
Aku membacanya berulang kali, tubuhku gemetar, tisu itu terjatuh di pangkuanku, aku menoleh ke luar jendela, bulir – bulir air mata, jatuh satu persatu di pipiku, Ya Tuhan…ada apa denganku? Hatiku teriris, puisi itu sangat indah, cinta seperti apa yang dimilikinya? cinta yang sangat besar pasti, betapa beruntungnya jika bisa dicintainya. Kupejamkan mataku, siluetnya terbayang begitu jelas, dadaku berdebar kencang, Tuhan…apa yang kurasakan ini?bahkan aku tidak mengenalnya, mengapa hanya membaca tulisannya aku bisa merasakan ini? Malam ini aku ingin memimpikan dia dalam tidurku, agar dapat kurasa hangat tubuhnya yang memelukku.
Keesokan harinya, seperti biasa aku membuka kedaiku pukul sebelas siang, lalu aku pergi kekampus, dan datang lagi saat senja. Senja ini kedaiku cukup ramai, karena hujan tidak lagi mengguyur. Pasangan muda – mudi datang untuk saling bercengkrama, ditemani kopi dan kue hangat. Aku duduk di meja favoritku , entah kenapa meja favoritku ini tidak banyak yang menyukainya, padahal dari tempat ini, seluruh aktivitas kedai dapat terlihat.
Aku melanjutkan membaca novel klasikku kemarin. Sampai ketika mataku lelah dan aku melempar pandangan ke luar jendela, aku melihat laki –laki yang kemarin datang lagi, jantungku berdetak kencang, aku mencuri - curi pandang kepadanya dari balik bukuku, Ya Tuhan…ampunilah aku, aku mengingininya! aku ingin dia! aku ingin dicintainya! aliran darah di tubuhku mengalir deras. Arneta menghampirinya, tanpa membuka buku menu, dia memesan sesuatu, wajahnya tampak sayu, ada apa dengannya? Entah apa yang mendorongku, aku berdiri dan bergerak cepat menuju dapur, pesanan laki – laki tadi kuambil alih. Tak sampai sepuluh menit, secangkir cappucinno dan brownies keju sudah siap untuk diantarkan, aku menatanya disebuah nampan, lalu membawa ke mejanya. Laki – laki itu terlihat begitu indah di mataku, rahang yang kokoh, tubuh yang tinggi, kulit kecoklatan, serta sepasang mata yang tajam, dan mata yang kukagumi itu tiba – tiba menoleh kearahku yang sedang membawakan pesanannya. Serasa ada ribuan watt listrik yang menyetrumku, tanganku gemetar, dan refleks aku menjatuhkan nampan yang kubawa tadi, aku buru – buru jongkok, dan memunguti pecahan cangkir, beberapa pegawaiku dengan sigap mendekati dan membantuku memunguti pecahannya,
“Tidak apa – apa mbak? biar saya yang membersihkan..” kata Wisnu sambil mengambil nampan yang kubawa,
“Aduh..” pekikku tertahan
Jemariku tergores pecahan tersebut, darah menetes, ternyata goresannya cukup dalam,
“Ini, pakai sapu tanganku.”
Aku menengadah, laki – laki itu mengangsurkan sapu tangan berwarna biru kearahku, dan tanpa sempat aku berbicara dia meraih jariku yang terluka, dibalutnya dengan sapu tangan biru itu, lalu membantuku berdiri dan mempersilakan aku duduk dimejanya,
“Ma…maaf…pegawaiku akan membuatkanmu cappucinno yang baru..” ujarku lirih,
Dia tersenyum tanpa berkata – kata, kepalanya mengangguk, lalu dia berdiri dan mengambil alih kotak obat yang dibawa Arneta untukku, dengan cekatan dia membersihkan lukaku, meneteskan obat, lalu membalutnya, aku mengamati garis wajahnya yang sempurna, ketika dia sedang mengobati lukaku, tanganku masih gemetar, sementara laki – laki di hadapanku ini sudah selesai membalut lukaku,
“Terima kasih ya…” kataku sambil tersenyum,
Wisnu datang, mengantarkan lagi cappucinno dan brownies untuknya, dia tersenyum lalu meminum cappucinnonya,
“Kau pemilik tempat yang nyaman ini ya?siapa namamu?” tanyanya padaku
Aku mengangkat wajahku yang sedari tadi menunduk, dan memberanikan diri untuk menatap tepat di matanya, Ya Tuhan…terimakasih, akhirnya dia berbicara juga,
“Mawar…” jawabku singkat
“Nama yang indah, apa kau juga seperti bunga mawar? cantik, berduri, dan mahal? membuat laki – laki harus berhati – hati untuk mendekatimu?”
Aku tersipu, mendengar kata – katanya barusan, pipiku menghangat, dia bilang apa?dia bilang aku cantik, aku menunduk, sementara laki – laki di hadapanku ini masih menatapku,
“Anda sendiri?lebih suka bunga mawar atau bunga liar?”
“Aku lebih suka bunga liar, bunga mawar memang cantik dan banyak yang suka…tapi bagiku bunga mawar justru terlihat angkuh. Bunga liar lebih istimewa, mereka ada, tapi kita gak pernah sadar kalau mereka ada…kadang bunga liar juga jadi korban, mereka kadang gak sengaja terinjak, atau malah dicabut. Padahal apa salahnya coba? Karena itulah aku mengaguminya, karena untuk bisa tetap hidup, mereka harus bertahan dari semua mata yang meremehkannya, karena sibuk mengagumi mawar yang cantik. ”
“Begitu ya? kalau begitu, aku ingin jadi bunga biasa saja...tidak perlu menjadi mawar yang cantik atau bunga liar. Apa seperti itu juga kamu menilai wanita? Mengumpamakannya dengan bunga?”
Laki – laki ini tersenyum, lalu meminum cappucinnonya,
“Mbak Mawar, ada telepon dari Ibu.”
Aku menoleh ke Wisnu yang sudah berdiri di sampingku, lalu memandang laki – laki itu, meminta ijin menjawab telepon, laki – laki itu menganggukkan kepala, dengan enggan aku berdiri dan berjalan kearah dapur.
Ketika aku kembali, laki – laki tadi sudah pergi. Aku menarik nafas kecewa, kuhampiri mejanya yang belum sempat dibereskan, mataku menangkap sehelai tisu lagi, dengan coretan diatasnya, buru – buru aku mengambilnya, dadaku berdebar kencang, Ya Tuhan!aku ingin tahu apa yang ditulisnya!
Dengan tergesa aku berjalan menuju toilet, dan kukunci dari dalam, aku duduk di samping wastafel dan mengambil tisu tadi dari saku, kubaca isinya…
Jiwa ini seutuhnya milikmu…
Darah yang mengalirinya pun…
Ada karenamu…
Karena kaulah…
Kurasakan indah dan pedihnya mencintai…
Aku menggigiti bibirku, bercampur aduk rasa di hatiku, mataku memanas, bulir – bulir air mata mulai menggenang, ada getir di hatiku, entah karena puisinya yang indah, atau karena ada perasaan cemburu disini, atau karena aku jadi teringat sebuah masa, ketika aku pernah merasakan bagaimana mencintai.
Senja yang indah lagi di kedaiku. Kali ini aku sengaja menunggu kedatangannya, sedari tadi aku mondar – mandir, perasaanku tidak tenang, mulutku komat – kamit memanjatkan doa, agar Tuhan mau membawanya untukku hari ini, dengan gelisah aku mengetukkan ujung tumit sepatuku di lantai, aku rindu…aku ingin menatap wajahnya lagi, berulang kali aku menarik nafas panjang, untuk meredam gelisahku.
Tak berapa lama kemudian, lonceng di pintu kedaiku bergemerincing. Dia datang! Terima kasih Tuhan, karena telah menjawab doaku. Dia terlihat sangat tampan dan duduk di tempat yang sama. Ada yang lain dari dirinya, kali ini dia tidak menulis, wajahnya berbeda dengan kemarin, dia tampak ceria, apa gerangan yang membuatnya bahagia? aku menunggu Arneta mengantarkan pesanan untuknya. Setelah kulihat dia meminum cappucinonya dua teguk, aku melangkah hendak menghampirinya, baru satu langkah, aku dikejutkan dengan gemerincing lonceng di pintu masuk kedaiku, seorang wanita cantik menerobos masuk dengan gaun pengantin berwarna putih, masih lengkap dengan kerudung dan buket bunga di tangannya.
Dia menghampiri laki – laki itu, mereka saling berpandangan sesaat, lalu saling berpelukan, wanita itu menangis, tanpa ragu – ragu laki – laki itu menciumnya lalu menggandeng wanita itu pergi. Ketika mereka melewatiku, laki – laki itu berhenti,
“Mawar, tolong doakan kami ya…”
Katanya sambil tersenyum, sementara wanita cantik disampingnya, mengangsurkan buket bunga padaku,
“Terimalah…aku akan bahagia jika kau mau menerimanya, semoga kisah cintamu lebih indah..”
Wanita itu meraih tanganku dan meletakkan buket bunga pengantinnya, aku buru – buru menganggukkan kepala,
“Semoga bahagia….” Ucapku lirih
Keduanya tersenyum, saling berpandangan satu sama lain, wajah mereka terlihat sangat bahagia, lalu pergi dan meninggalkan perih untukku.
Mereka keluar dari kedai, dengan diiringi tatapan mata dari orang – orang. Saat mereka akan menyeberang jalan, aku menundukkan kepalaku, ada perih menusuk – nusuk di dadaku, aku tidak rela!!!aku tidak rela!!
CIITT!!BRAKK!!
Aku tersentak, dari luar terdengar sesuatu, suasana tiba – tiba berubah mencekam, tanganku gemetar, Arneta memegangi lenganku erat – erat,
“Mbak Mawar!!! mereka…mereka….tertabrak truk!!!” jerit Arneta histeris, sontak aku berlari keluar, dan melihat mereka berdua tergeletak berpelukan, bersimbah darah dengan wajah yang bahagia. Sejenak aku terpaku, dan ketika sel – sel di otakku mulai sadar, aku tersenyum.

“Aku berjanji, Kelak....takkan kubiarkan kau mati dalam kesendirian…”


***

I miss You

To see you when I wake up Is a gift I didn't think could
be realTo know that you feel the same as I do Is a three-fold utopian dream
You do something to me that I can't explainSo would I be out of line if I said I miss you?
I see your pictureI smell your skin on the empty pillow next to mineYou have only been gone ten daysBut already I'm wasting awayI know I'll see you again Whether far or soonBut I need you to know that I care And I miss you